Seni berjalan
Posted In:
Art
.
By Pani
Seni berjalan. Pertama, berjalanlah dengan langkah kecil-kecil, namun teratur. Jangan biasakan jalan dengan langkah lebar-lebar. Boro-boro bakal cepet sampai, malah bisa-bisa kita yang bakal terakhir sampai karena kebanyakan istirahat di jalan. Hal itu terjadi karena saat melangkah dengan porsi lebar, bobot berat badan dan tas (tentunya) akan lebih bertopang pada salah satu kaki, karena sudut yang dihasilkan oleh kaki (selangkang) lebih besar. Tapi ada pengecualian... bagi yang mencoba speed trekking, sah-sah aja seperti itu. Toh beban yang dibawa jauh berbeda.
Kedua, ikuti irama nafas saat berjalan. Tapi ingat, bukan nafas abis atletik yang ngos-ngosan yang diikuti, tapi irama nafas biasa, tenang dan teratur. Untuk pendaki pemula, semakin lambat jalan sebenarnya semakin bagus. Atau lebih jelasnya, usahakan kecepatan jalan seminim mungkin. Minim dalam artian anda yang lebih tahu kemampuan diri.
Ketiga, karena kecepatan udah seminim mungkin, usahakan ritme langkah sama dari awal hingga akhir. Maksudnya begini, biar tenaga nggak terlalu terkuras saat kita sudah berada di ketinggian, dari kaki gunung kita berjalan santai aja. Kebanyakan pendaki saat awal mem-force jalan mereka, sehingga saat di ketinggian terpengaruh aklitimasi. Ritme jalan yang santai dari bawah akan menghemat banyak tenaga saat kita dihadapkan pada tempat-tempat yang curam.
Keempat, wajar aja kalo udah capek naek dari satu jalur ke jalur lain. Saat berada di tanjakan, usahakan kalau capek dan mau atur nafas sebelum naik tanjakan, kedua kaki tetap berdiri tegak. Jangan menggantung kaki satu di atas tanjakan (kuda-kuda naek), satu lagi menopang beban di bawah. Hal itu bisa membuat otot seputar betis dan paha bekerja lebih banyak dari biasa. Lain, kaki yang menggantung membuat aliran darah kurang maksimal karena banyak pembuluh darah terjepit. Sehingga sah-sah aja kalau ntar ujung-ujungnya kram.
Kelima, apa lagi ya? Dulu saya diajari cara berjalan oleh teman saya yang dinas. Katanya dulu waktu mau ambil baret (pembaretan), dia harus melakukan perjalanan yang sangat jauh menembus hutan rimba dengan perlengkapan (keknya kalau dibanding kita yang naek gunung lebih lengkap deh) seadanya. Trus dia bilang pada saya ”kalau mau jalan jauh di gunung, make gigi turbo aja” (gigi turbo itu istilah yang dia ciptakan). Aneh, kok malah gigi turbo (cepat)? Trus dia jelasin. Seperti mobil truk trailer tronton fuso, atau apalah. Ternyata turbo itu persneling buat truk di pendakian. Pelan sekali. Under persneling 1. Entah iya atau tidak, saya percaya saja. Setelah saya praktekkan, hasilnya untuk praktek awal, saya bisa menjajal gede nonstop.
Keenam, Saat istirahat jangan menekuk kaki (ini himbauan standar). Biar aliran darah nggak kehalang sampai ke kaki. Aliran oksigen cepat sampai, kaki jadi lebih cepat pulih.
Ketujuh, saat perjalanan turun, berjalan dengan ritme yang teratur. Bagi para pendaki baru, jangan pernah tergoda untuk make teknik turun berguling-guling dan berlari-lari. Yang pertama, ada kemungkinan nyasar. Saat kita berlari, bisa saja kita memasuki jalur yang salah, dan nyasar. Repot kan... karena saat berlari, kepekaan kita buat orienteering medan jadi berkurang. Kecuali bagi yang udah sering melewati jalan itu atau udah emang jago. Tapi tetap aja diusahakan jangan berlari. Saat berlari, kapan nge-rem-nya? Susah atu... pas ng-rem, otomatis beban bertumpu pada kaki depan sehingg kaki yang didepan menopang beban yang sangat berat. Kalau masih sayang sama dengkul dan pergelangan kaki, mending jangan deh. Kasihan, ntar kalau udah kegeser sekali, resiko kena lagi itu jadi besar banget. Jadi dianjurkan buat turun tetap santai. Malah harus lebih ekstra hati-hati. Selain kemungkinan susah nge-rem, tergelincir juga jadi hal yang menakutkan. Karena tumpuan untuk turun udah nggak terlalu kuat, badan limbung. Plus kondisi udah mulai menurun.
Kedelapan, biar bisa mempraktekkan itu semua, yang pasti kondisi harus fit. Selain itu, banyak-banyak berdoa dan SABAR. Tanpa sabar, kita nggak bakal pernah sampai ke puncak.
Btw, sebenarnya saya masih mau lanjutin sama ritme berjalan berkelompok, tapi jangan ah. Ntar saya dituduh korupsi judul. Hehhhe... mohon maaf jika tulisan ini menuai kritik dari pembaca. Tapi semoga aja saya bukan seorang delinkuen
Kedua, ikuti irama nafas saat berjalan. Tapi ingat, bukan nafas abis atletik yang ngos-ngosan yang diikuti, tapi irama nafas biasa, tenang dan teratur. Untuk pendaki pemula, semakin lambat jalan sebenarnya semakin bagus. Atau lebih jelasnya, usahakan kecepatan jalan seminim mungkin. Minim dalam artian anda yang lebih tahu kemampuan diri.
Ketiga, karena kecepatan udah seminim mungkin, usahakan ritme langkah sama dari awal hingga akhir. Maksudnya begini, biar tenaga nggak terlalu terkuras saat kita sudah berada di ketinggian, dari kaki gunung kita berjalan santai aja. Kebanyakan pendaki saat awal mem-force jalan mereka, sehingga saat di ketinggian terpengaruh aklitimasi. Ritme jalan yang santai dari bawah akan menghemat banyak tenaga saat kita dihadapkan pada tempat-tempat yang curam.
Keempat, wajar aja kalo udah capek naek dari satu jalur ke jalur lain. Saat berada di tanjakan, usahakan kalau capek dan mau atur nafas sebelum naik tanjakan, kedua kaki tetap berdiri tegak. Jangan menggantung kaki satu di atas tanjakan (kuda-kuda naek), satu lagi menopang beban di bawah. Hal itu bisa membuat otot seputar betis dan paha bekerja lebih banyak dari biasa. Lain, kaki yang menggantung membuat aliran darah kurang maksimal karena banyak pembuluh darah terjepit. Sehingga sah-sah aja kalau ntar ujung-ujungnya kram.
Kelima, apa lagi ya? Dulu saya diajari cara berjalan oleh teman saya yang dinas. Katanya dulu waktu mau ambil baret (pembaretan), dia harus melakukan perjalanan yang sangat jauh menembus hutan rimba dengan perlengkapan (keknya kalau dibanding kita yang naek gunung lebih lengkap deh) seadanya. Trus dia bilang pada saya ”kalau mau jalan jauh di gunung, make gigi turbo aja” (gigi turbo itu istilah yang dia ciptakan). Aneh, kok malah gigi turbo (cepat)? Trus dia jelasin. Seperti mobil truk trailer tronton fuso, atau apalah. Ternyata turbo itu persneling buat truk di pendakian. Pelan sekali. Under persneling 1. Entah iya atau tidak, saya percaya saja. Setelah saya praktekkan, hasilnya untuk praktek awal, saya bisa menjajal gede nonstop.
Keenam, Saat istirahat jangan menekuk kaki (ini himbauan standar). Biar aliran darah nggak kehalang sampai ke kaki. Aliran oksigen cepat sampai, kaki jadi lebih cepat pulih.
Ketujuh, saat perjalanan turun, berjalan dengan ritme yang teratur. Bagi para pendaki baru, jangan pernah tergoda untuk make teknik turun berguling-guling dan berlari-lari. Yang pertama, ada kemungkinan nyasar. Saat kita berlari, bisa saja kita memasuki jalur yang salah, dan nyasar. Repot kan... karena saat berlari, kepekaan kita buat orienteering medan jadi berkurang. Kecuali bagi yang udah sering melewati jalan itu atau udah emang jago. Tapi tetap aja diusahakan jangan berlari. Saat berlari, kapan nge-rem-nya? Susah atu... pas ng-rem, otomatis beban bertumpu pada kaki depan sehingg kaki yang didepan menopang beban yang sangat berat. Kalau masih sayang sama dengkul dan pergelangan kaki, mending jangan deh. Kasihan, ntar kalau udah kegeser sekali, resiko kena lagi itu jadi besar banget. Jadi dianjurkan buat turun tetap santai. Malah harus lebih ekstra hati-hati. Selain kemungkinan susah nge-rem, tergelincir juga jadi hal yang menakutkan. Karena tumpuan untuk turun udah nggak terlalu kuat, badan limbung. Plus kondisi udah mulai menurun.
Kedelapan, biar bisa mempraktekkan itu semua, yang pasti kondisi harus fit. Selain itu, banyak-banyak berdoa dan SABAR. Tanpa sabar, kita nggak bakal pernah sampai ke puncak.
Btw, sebenarnya saya masih mau lanjutin sama ritme berjalan berkelompok, tapi jangan ah. Ntar saya dituduh korupsi judul. Hehhhe... mohon maaf jika tulisan ini menuai kritik dari pembaca. Tapi semoga aja saya bukan seorang delinkuen
0 Responses to Seni berjalan
Something to say?